Hari Libur, Mahasiswa PAI Hadiri Ngaji Filsafat

pai.unugiri.ac.id. BOJONEGORO-Mahasiswa Prodi Pendidikan Agama Islam (PAI), Fakultas Tarbiyah, Universitas Nahdlatul Ulama Sunan Giri (UNUGIRI) penerima KIP-K 2023 menghadiri Ngaji Filsafat di Auditorium Hasyim Asy’ari, Lt. 3, Gedung Rektorat.

Kegiatan ngaji yang dilaksanakan Ahad (17/12/23), menjadi rangkaian kegiatan Seminar Nasional dan Pelantikan Pengurus Pimpinan Cabang Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (PC ISNU) Kabupaten Bojonegoro Masa Khidmat 2023-2027.

Selaku pengasuh, Dr. Fakhrudin Faiz, M.Ag., yang merupakan dosen filsafat dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, memulai orasinya dengan mengutip ayat “tahsabuhum jami’an wa qulubuhum syatta”.

Secara sederhana, Dr. Faiz, memberi contoh bila realita saat ini, banyak yang bekerja bersama, tapi tidak bekerjasama. Masing-masing bekerja, tapi orientsi mereka berbeda-beda. Padahal dalam organisasi, sangat diperlukan sebuah kerjasama yang baik.

Dr. Faiz, juga memberi ilustrasi sederhana perihal di atas, melalui kerumunan orang yang bermain remi. Dari kejauhan tampak guyub dan bersama-sama, padahal mereka sebenarnya sedang saling menjatuhkan -agar menjatuhkan lawan- dan memenangkan permainan.

Secara detail, Dr. Faiz, mengingatkan bahwa membangun peradaban (hadlorot) untuk wilayah yang spesifik bisa dimulai dengan kehadiran kita. Artinya, yang dibutuhkan adalah sejauhmana kita bisa menjadikan hidup lebih bermakna. Hal itu sebagaimana kata filsuf dan sosiolog Iran Ali Syatiati, pernah menjabarkan dalam tiga tipe orang, sarjana (scholar), saintis dan intelektual.

Tipe Pertama, kata Dr. Faiz, ini titik tekannya lebih kepada kebanggannya terhadap gelar/simbol dan posisinya. Kemudian tipe Kedua, merupakan sosok yang sangat sibuk dengan ilmu, namun karena “sibuk” akhirnya minim kontribusinya kepada masyarakat.

“Sebenarnya baik, karena sibuk dengan ilmu. Tetapi jika tidak hati-hati, maka ilmu itu akan merusak peradaban,” ungkapnya.

Adapun tipe ketiga, kata Dr. Faiz, adalah tipe yang paling baik, rosikhuna fi-l ilmi tinggi dan dalam ilmunya serta besar kontribusinya.

Menutup penyampaian, Dr. Faiz, tidak lupa mengajak kepada para hadirin untuk merefleksi diri dengan memperhatikan makna kehadiran diri kepada peradaban. Bisa berkontribusi apa? Punya alat apa? Punya media apa? Dan punya kemampuan serta kapasitas apa?

“Mari perhatikan makna kehadiran kita pada peradaban. Lalu ikut kontribusi dan saling bekerja sama sebagaimana dalam Al-Qur’an, “..yasyuddu ba’dluhum ba’dlo” saling menguatkan,” pintanya.

Dr. Faiz, tidak lupa menyitir pendapat pendiri NU, K. H. Muhammad Hasyim Asy’ari yang berpesan kepada para alim (ulama) bahwa ciri orang alim terdapat tujuh. Pertama, profesional (kamulat ahliyatuh); Kedua, terbukti kasih sayangnya (tahaqqoqot syafaqotuhu).

Ketiga, jelas menjaga kehormatannya (dzoharot muru’atuhu); Keempat, mampu menjaga diri (urifat iffatuhu); Kelima, terkenal kratifitas/karyanya (isytaharot shiyanatuhu); Keenam, mampu mengajar dengan baik (ahsanu ta’lim), dan Ketujuh, berwawasan luas (ajwa tafhimin).

“Karenanta, jangan merasa mampu atau sudah pinter, tapi selalu belajar dan belajar,” pungkasnya.

Salah satu mahasiswi PAI, Intan, merasa senang bisa hadir dan ngaji filsafat secara langsung. Hal senada juga disampaikan Zakia, yang juga bisa hadir secara langsung kepada ahli filsafat idolanya.

“Selama ini saya ngajinya via online, saat ini kita bisa ngaji langsung, senang sekali,” ungkapnya.

Selian Dr. Fakhrudin Faiz, M.Ag., sebagai pemateri, hadir pula mengisi seminar Sekjen PP ISNU, Dr. M. Kholid Syeirazi, M.Si., serta Sekjen PW ISNU Jawa Timur, Mochammad Dawud, M.Sos. (*)

Teks: Su’udin Aziz
Editor: Usman Roin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *