
Tujuh Mahasiswa PAI Unugiri Juara Kejurcab Pencak Silat
31/07/2025Oleh: Su’udin Aziz (Kaprodi PAI Fakultas Tarbiyah Unugiri)
Catatan kali ini, akan dibuka dengan obrolan singkat obrolan seorang mahasiswa dengan seorang Profesor tasawuf di sebuah universitas.
“Prof, kenapa Profesor tidak pernah lelah dan tampak selalu bersemangat dalam menjalankan tugas?”
Profesor tersebut kemudian menjawab: “Yang bekerja adalah rohani saya, sehingga jasamani saya tidak lelah,” tutur beliau.
Ada juga obrolan seorang pejabat struktural di sebuah universitas yang setiap harinya diminta agar bekerja memberikan pelayanan selama minimal 5 jam.
“Pak, kenapa bapak sering pulang larut melebihi jam yang telah ditentukan?”
Kemudian bapak itu menjawab: “Saya bekerja di institusi ini hanya 5 jam, sesuai kewajiban dan tugas saya, adapun jika saya lebih dari batas tersebut, sisanya saya bekerja untuk Tuhan, meski tugasnya sama-sama memberikan pelayanan dengan baik, saya tidak mengharapkan balasan dari institusi itu, dan hanya berharap balasan dari Tuhan,” ungkapnya.
Dua obrolan di atas, menginspirasi kita dan kita bisa menjadikan keduanya sebagai modal kita untuk melangkah atau mengerjakan tugas, melaksanakan kewajiban-kewajiban kita di tempat kerja kita.
Obrolan pertama, mengajarkan kita bahwa karena ‘lelah’ adalah akibat dari aktivitas jasmani, maka jika sebuah aktivitas dilakukan oleh selain jasmani, atau oleh jasmani namun rohani yang lebih dominan dalam melakukan aktivitas itu, maka ‘lelah’ tidak menjadi akibat dari aktivitas itu. Lebih-kurang demikian pesan yang ingin disampaikan.
Ungkapan itu senada dengan ‘dawuh’ Rumi –Sufi Agung: Jalaluddin ar-Rumi, “Goodbyes are only for those who love with their eyes. Because for those who love with heart and soul there is no such thing as separation.” Perpisahan hanya bagi mereka yang mencintai dengan mata, yang mencintai dengan hati dan jiwa tidak mengenal perpisahan.
Obrolan kedua, mengajarkan kita bahwa akitivitas atau pekerjaan yang menjadi kewajiban kita, akan terasa ringan kita kerjakan jika orientasinya ‘tidak hanya’ materi semata.
Kenapa ungkapan ‘tidak hanya’ ada tanda petiknya?
Karena memang idealnya kita bekerja atau menjalankan tugas pada sebuah institusi (misalnya), itu dalam rangka mencari gaji atau imbalan, itu normal. Bahkan jika pekerjaan kita tidak digaji karena yang memperkerjakan kita menuntut kita untuk ikhlas, itu definisi ikhlas yang tidak pas, menyimpang dan merduksi makna ikhlas.
Tidak ada kaitannya ikhlas dengan gaji, dan tidak ada definisi ikhlas dalam kamus istilah yang mengaitkannya dengan uang. No, big no!
Ada ungkapan berbahasa Jawa “Apa wahè kalah karo lillahi ta’ala” atau aktivitas apapun jika dasarnya karena Allah, maka akan mengalahkan segalanya.
Ungkapan ini sama sekali tidak mengajarkan kita bekerja tanpa menerima gaji atau tidak menerima upah, tidak demikian.
Ungkapan ini lebih mengajak kita agar dalam beraktifitas atau bekerja secara profesional dan tidak hanya berorientasi pada materi atu gaji semata. Melainkan, juga ingat bahwa Dzat yang memeberi kekuatan dan kesempatan untuk bekerja, itu sama dengan Dzat yang memberikan gaji atau rizki kepada kita selama ini.
Sebaliknya, jika aktivitas atau kerjaan kita hanya berorientasi pada gaji atau materi semata, tanpa lillahi ta’ala niscaya kita tidak akan puas dengan gaji atau materi yang kita terima.
Jika anda kurang yakin akan hal itu semuanya, silakan dicoba. Rasakan aktivitas yang akan membuat anda ‘nyaman’ lahir-batin. Cobalah!
**Catatan ini sengaja tidak membahas secara spesifik tentang ikhlas, insyAllah itu akan menjadi catatan berikutnya pada kolom ini.
Editor: UR