Memaknai Hari Kemenangan

pai.unugiri.ac.id, BOJONEGORO-Setiap masuk bulan Ramadan, kita selalu terngiang puisi K. H. Mushtofa Bisri (Gus Mus) yang berjudul Nasehat Ramadhan untuk Musthofa Bisri.

Dalam puisi tersebut, kita benar-benar ditampar dengan kebiasaan kurang baik yang kita lakukan selama ini, baik ketika Ramadan atau sebelumnya. Puisi tersebut, sangat layak jika kita maknai sebagai refleksi atau untuk menasehati atau mengkritik diri kita sendiri (otokritik).

Inilah bulan baik saat baik untuk merobohkan berhala dirimu,
yang secara terang-terangan dan sembunyi-sembunyi,
kau puja selama ini
.

Atau akan kau lewatkan lagi kesempatan ini,
seperti Ramadan-ramadan yang lalu
.

Kalimat-kalimat itu, ada di akhir puisi. Saat ini kita sudah ada di penghujung Ramadan, sudahkah kita merobohkan “berhala” dalam diri kita? Atau, kita akan melewatkan Ramadan ini seperti tahun-tahun sebelumnya?

Jawaban ada di tangan kita, bagaimana mengakhiri Ramadan kali ini, mari kita tutup dengan taubat, kamudian bersyukur, serta menjadi lebih baik usai Ramadan ini. Bismillah, la haula wa la quwwata illa billah.

BACA JUGA: Jurnalis Prodi PAI Diberi Keterampilan Menyunting Naskah Berita

Perilaku konsumtif sejak awal Ramadan, rasa malas setiap melaksanakan aneka ibadah di Ramadan. Pamer kesalehan, merasa lebih baik dari orang lain dan sebagainya.

Itu semua, perlu kita mintakan maaf dengan taubatan nasuha. Kita sesali, janji tidak kita ulangi, kemudian kita benahi. Semoga kita diberi kesempatan bertemu Ramadan tahun depan.

Idulfitri, Hari Kemenangan?

Usai Ramadan nanti, kita akan segera menyambut hari raya Idulfitri, hari –yang kata kebanyakan ulama– kemenangan. Menang, karena kita sudah berperang melawan nafsu atau syahwat (kesenangan) selama sebulan penuh.

Kita bisa disebut menang, jika perilaku kita menjadi lebih baik dibanding sebelum Ramadan. Allahu akbar, demikian ucapan takbir yang disunahkan kepada kita saat mulai malam 1 Syawal nanti.

Esensi dari takbir adalah kita mengagungkan Tuhan dibarengi dengan merasa kecil. Kita sangat kecil dibandingkan keagungan Tuhan, kita harus merasa hina-hina di hadapan Tuhan sekaligus merasa tidak punya, tidak kuasa atas apapun. Dan Tuhanlah yang punya atau kuasa atas apapun.

Selain memperbanyak takbir, kita juga disunnahkan untuk menjalin silaturrahim melalu momen Idulfitri. Namun perlu diingat, sebagai pemeluk agama yang baik, perilaku baik harus kita barengi dengan adab atau cara yang baik pula.

BACA JUGA: Etika Bersilaturrahim

Saat berlebaran nanti, lazimnya kita semua berbahagia meski demikian. Kita kudu tetap waspada akan godaan setan di hari Idufitri.

Syekh Usman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syakiri Al-Khubawi (wafat 1224 H), ulama asal Istanbul Turki, pernah memberikan peringatan kepada kita melalui tulisannya dalam kitab Durrotun Nasihin. Bahwa di saat merayakan Idulfitri dengan suka cita nanti, setan akan menggoda kita dengan aneka ragam kebahagiaan dan kesenangan sampai melalaikan kewajiban kita pada Tuhan. Na’udzu billah.

Menutup tulisan ini, kami selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Tarbiyah Unugiri, bermaksud mendahului meminta maaf kepada para dosen, mahasiswa, dan tenaga kependidikan, atas segala khilaf dan kekurangan kami saat melayani dan berinteraksi dengan kalian semua.

Minal ‘aidin wal faizin, mohon maaf lahir dan batin. Mohon maaf kami mencintai kalian tanpa izin.

Penulis: Su’udin Aziz (Kaprodi Pendidikan Agama Islam)
Layout Foto: A. Wahid
Editor: Usman Roin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *