Pendidikan Hati

FOTO-Dr. Hj. Sri Minarti, M.Pd.I. (dok.pribadi)

pai.unugiri.ac.id, BOJONEGORO – Setiap manusia, memiliki hati yang merupakan salah satu organ tubuh penting dan akan menggerakkan perilakunya menjadi baik atau tidak. Hal ini sebagaimana hadist Nabi Saw riwayat Buchori dan Muslim yang artinya:

Ketahuilah bahwa dalam diri terdapat segumpal daging, jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh ini dan jika dia buruk, maka buruklah seluruh tubuh; ketahuilah bahwa dia adalah hati.

Perihal hati, ia merupakan pusat “komando” perilaku hidup manusia. Hati yang baik dan sehat, akan melahirkan sikap dan perilaku kebaikan pula. Begitupula dalam hati yang sakit, akan menumbuhkan keburukan.

Oleh karena itu, karakter atau akhlak yang baik ditentukan oleh jernihnya hati. Adapun sifat hati cenderung berubah-ubah. Kadang baik, dan dalam waktu yang singkat bisa berubah tidak baik.

Agar hati bersih suci dan sehat, maka sangat perlu pendidikan hati. Mengutip Kamrani Buseri (2014:193-198), struktur tubuh manusia terdiri dari tiga bagian yaitu fisik, jiwa dan ruh. Adapun di dalam jiwa sendiri terdapat lima unsur, mulai akal-rasio; hati-rasa, zauq; nafsu-dorongan; imajinasi-khayalan; dan terakhir intuisi-suara hati terdalam.

Hati dalam jiwa manusia inilah yang harus menerima pendidikan untuk melahirkan karakter. Pada hakikatnya, pendidikan hati membenarkan hubungan manusia kepada Allah Swt, dan sesama manusia untuk menuju esensi jalinan yang tertuang di dalam hati.

Pendidikan hati sebagai upaya menjaga kefitrahan hati dan membersihkannya dari penyakit, bertujuan agar manusia memiliki keyakinan yang kuat dan akhlak yang baik. Jadi, inti dari pendidikan hati upaya menjaga hati tetap bersih, suci dan sehat, meyakini kebenaran illahi, menjalin komunikasi dan interaksi pada sesama serta lingkungan, serta membersihkan dari segala penyakit guna terbentuknya akhlakul karimah atau karakter kemuliaan.

Terdapat beberapa metode pendidikan hati yang digunakan oleh para ahli diantaranya dengan memahami Al-Quran, memikirkan alam, dan zikir. Manusia yang menjalankan metode tersebut akan mudah menerima bisikan suara illlahi (nurani) dan menolak bisikan hawa nafsu dan setan.

Sementara itu Ahmad Amin (1929: 13-4), dalam Kitâb Al-Akhlâk menawarkan dua metode pendidikan hati (tarbiyah al-dhamîr) menjadi dua. Pertama, kondisi lingkungan masyarakat, termasuk kualitas keluarga; kedua, derajat akal dan ilmu seseorang.

Jika seseorang berada dalam lingkungan yang baik (al-bî’ah al-hasanah), akalnya cerdas, dan ilmunya luas, maka hatinya akan bekerja sesuai fitrahnya. Yakni, cenderung pada kebaikan dan iman.

Milenial

Generasi milenial diharapkan memiliki akhlak atau karakter dan kompetensi abad 21 agar mampu menjawab tantangan di zamannya. Hanya saja, kenyataannya banyak generasi rusak akhlak dan rendahnya kompetensi yang dimiliki dapat disebabkan oleh berbagai faktor yaitu lingkungan.

Mulai dari sistem pendidikan, keluarga, sosial ekonomi, merebaknya pornografi dan porno aksi, semua itu adalah penyebab eksternal. Adapun penyebab utamanya adalah rapuh dan lemahnya jiwa mereka, hilangnya identitas diri dan hilangnya hati yang sehat.

Perlu diketahui, orang yang hatinya sehat, perilakunya akan sehat walaupun mereka tidak memiliki harta benda yang bergelimang.

Terhadap generasi abad 21, Selman (2020) yang dikutip Sri Minarti dkk., menyebut empat kompetensi 4C yang harus dimiliki, yakni critical thinking and problem solving (berpikir kritis dan menyelesaikan masalah); creativity (kreativitas); communication skills (kemampuan berkomunikasi), dan ability to work collaboratively (kemampuan untuk bekerja sama).

Karakter yang unggul atau 4C tersebut dapat diartikan; pertama, critical thinking and problem solving. Artinya, dengan metode dialogis dan memperhatikan alam, lingkungan sebagai cara melatih berpikir kritis yang menghubungkan pembelajaran dengan masalah-masalah kontekstual yang ada dalam kehidupan sehari-hari.

Kedua, creativity and innovation. Artinya, menggunakan metode hikmah, menciptakan kondisi di mana peserta didik dapat berkreasi dan berinovasi;

Ketiga, communication. Artinya, metode komunikasi dan nasehat dalam pembelajaran yang dilaksanakan dengan multi arah, maka akan terjadi komunikasi timbal balik yang menyenangkan.

Keempat, collaboration. Metode kerja sama pada proses pembelajaran akan dapat menciptakan situasi belajar bersama-sama/berkelompok (team work), sehingga akan tercipta suasana demokratis di mana siswa dapat belajar menghargai perbedaan pendapat, menyadari kesalahan yang ia buat, serta dapat memupuk rasa tanggung jawab dalam mengerjakan tugas yang diberikan.

BACA JUGA: Selamat Datang Ramadan 1444 H

Pendidikan hati dalam mewujudkan kompetensi abad 21 diawali dengan konsep yang benar, akan mampu menjawab kebutuhan hati manusia menjadi baik dan sehat. Dengan menggunakan metode yang tepat, yakni dengan perkataan yang baik atau metode dialogis, keteladanan, kasih sayang, tadabur alam, dan metode hikmah serta kerja sama, serta nilai-nilai yang ditanamkan benar dan baik pula.

Kesimpulan pendidikan hati; pertama, konsep pendidikan hati pada hakikatnya dalam diri manuasia terdapat tiga unsur yaitu jasmani, ruhani dan jiwa, di dalam jiwa ada lima bagian: akal pikiran, perasaan (hati sanubari), nafsu (dorongan), hayalan, dan intuisi (hati nurani) sebagai inti dan bersifat berubah-ubah (bolak-balik) yang harus didik menjadi istikomah pada kebaikan sebagaimana fitrahnya.

Kedua, metode pendidikan hati dalam mewujudkan kompetensi abad 21 (4C) yaitu dengan memahami al-Quran, berfikir pada alam, zikir, hikmah (kebijaksanaan), pengajaran yang baik atau nasehat, dan debat yang baik (lemah lembut).

* Dr. Hj. Sri Minarti, M.Pd.I., adalah Direktur Pascasarjana dan Dosen PAI Unugiri.
Editor: Usman Roin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *